Langsung ke konten utama

INTEGRASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM PROGRAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

INTEGRASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
DALAM PROGRAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


Oleh:
Antonius Niot
NIM E1021161069
Dr. Indah Listyaningrum, M.Si
Email: antoniusniot@gmail.com

Program Studi Pembangunan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Tanjungpura Pontianak 2018.



A.    GAMBARAN UMUM CSR (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan tanggung jawab perusahaan yang menjadi salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) Nomor 40 Tahun 2007 yang  mengatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, dimana Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tersebut. Melalui undang-undang tersebut, industri atau perusahan-perusahaan wajib untuk melaksanakan komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan.
Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka, lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggung jawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang.  Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholdernya. Corporate Social Responsibility (CSR) dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan.

B.     PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI PROGRAM CSR
    1.      Pengertian Pembangunan
Pada hakekatnya, pengertian pembangunan secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005 dalam Nurcholis Hanif, 2011 ).Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan pengertian pembangunan menurut beberapa ahli.
Siagian (Nurcholis Hanif, 2011) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Deddy T. Tikson (Nurcholis Hanif, 2011)  mengatakan bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya (Bintoro Tjokroamidjoji_ Nurcholis Hanif, 2011). Hal serupa yang disampaikan oleh Ginanjar Kartasasmita (Nurcholis Hanif, 2011) bahwa pembangunan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.

    2.      Model-Model Pembangunan
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelomment) (Kuncoro, 2003) (dalam Nurcholis Hanif, 2011). Terdapat pula yang mengategorikan paradigma tersebut pada tiga model pembangunan, yakni Economic Growth, Basic Needs dan People Centered. (Nurcholis Hanif, 2011)
1.      Economic Growth (model pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan)
Teori ini menekankan pada kenaikan pendapatan nasional (perspektif ekonomi) dalam jangka waktu misal per tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut akan secara langsung mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, proses pembangunan menjadi terpusat pada produksi.
2.      Basic Needs (model pembangunan kebutuhan dasar/kesejahteraan)
Tokoh teori ini adalah Gunnar Myrdall yang mencoba memecahkan masalah kemiskinan secara langsung dengan memenuhi segala kebutuhan dasar masyarakat khususnya masyarakat miskin, misal dengan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan, serta akses terhadap pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi, dan lain-lain. Untuk itu, maka pemerintah dapat melakukan subsidi atau bantuan pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat.
3.      People Centered (model pembangunan yang berpusat pada manusia)
Fokus sentral proses pembangunan adalah peningkatan perkembangan manusia dan kesejahteraan manusia, persamaan dan sustainability sehingga model ini berwawasan lebih jauh dari sekedar angka pertumbuhan GNP atau pengadaan pelayanan sosial. Contoh dari model ini, adalah empowering/ pemberdayaan. Pada proses ini pemerintah berperan sebagai fasilitator. Peranan pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan lingkungan sosial yang memungkinkan manusia untuk berkembang, yaitu lingkungan sosial yang mendorong perkembangan manusia dan aktualisasi potensi manusia secara lebih besar.
    3.      Perkembangan Pembangunan di Indonesia
Paradigma pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Nurcholis Hanif 2011). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system theory). Sedangkan Tikson (Nurcholis Hanif, 2011) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai perspektif pembangunan.
1.      Perspektif Modernisasi
Dari teori modernisasi bahwa tahap perkembangan pembangunan di Indonesia yang sejalan dengan pendapat para ahli teori modernisasi yang mengungkapkan bahwa kemiskinan kemudian terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor internal dari bangsa itu sendiri. Negara-negara miskin memerlukan bantuan negara-negara kaya untuk mempercepat proses pembangunan mereka, bantuan yang diberikan kemudian ialah bantuan modal, teknologi dan pendidikan. Hal inilah yang kemudian yang terjadi di Indonesia khususnya pada masa Pasca PD-II (1945) banyak negara-negara di belahan Benua Asia dan Afrika memanfaatkan moment ini untuk memerdekakan diri, diantaranya adalah Indonesia.
Kondisi yang dialami oleh Indonesia yaitu memulai pembangunan di bidang ekonomi, hal ini dilakukan diakibatkan hancurnya fondasi ekonomi mereka diakibatkan lamanya penjajahan serta imbas kehancuran infrastruktur akibat dari PD-II.  Selanjutnya guna membiayai semua itu, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional kecuali melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan bantuan dana/hutang luar negeri (teori modernisasi Harrod-Domar, Rostow), misalnya melalui Bank Dunia, IMF, negara-negara G-7 dan lain-lain. Hal tersebut dipermudah dengan konstalasi pertarungan ideologi dan teori antara kapitalisme yang dimotori oleh Amerika dan sosialisme yang dimotori oleh Rusia. Pertarungan guna mendapatkan simpati dari negera-negara tersebut mengakibatkan bantuan asing dengan mudah mengalir.
Selajutnya pada masa orde baru di era kepemimpinan Soeharto, Indonesia pernah memasuki yang pada saat itu dikatakan sebagai prakondisi lepas landas bangsa Indonesia, walaupun diketahui bahwa pada saat itu Indonesia telah memiliki utang luar negeri yang sangat banyak. Hal ini kemudian  mencirikan pengaruh teori modernisasi yang terjadi di Indonesia pada saat itu yang diungkapkan oleh Rostow dalam lima tahap pembangunannya. jika dikaitkan dengan fenomena kekinian seperti gambaran mengenai kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki oleh bangsa kita hubungannya dengan gambaran mengenai kekayaan alam yang melimpah di Indonesia dengan teori modernisasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bangsa Indonesia kemudian belum bisa keluar dari faktor internal bangsa sebagaimana dijelaskan dalam pandangan modernisasi bahwa Indonesia masih mengalami kemiskinan dalam hal pendidikan, modal dan teknologi yang sangat diperlukan untuk mengelola potensi-potesi yang ada.

2.      Perspektif Defedensi (Ketergantungan)
Teori ketergantungan merupakan suatu teori yang sangat berhubungan dengan negara Indonesia saat ini, seperti ada bentuk ketergantungan yang ditandai oleh adanya aliansi antara kapitalis internasional, kapitalis domestik, dan pemerintah. Aliansi ini disebut sebagai “triple alliance.” Di dalam aliansi ini, pemerintah memainkan peranan yang menentukan dalam mengatur aliansi antara  kapitalis lokal dengan kapitalis internasioanal (fungsi regulasi). Dalam hal ini, pemerintah menggunakan kekuasaan ekonomi yang besar yang ditunjang oleh otoritas politik untuk mengatur dan mengarahkan pembangunan nasional. Pemerintah memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya pengerukan keuntungan oleh perusahaan-perusahaan transnasional (PTN) yang mengorbankan kapitalis lokal. Namun demikian, proses interaksi di dalam aliansi tiga pihak ini selanjutnya menjadi kompleks, karena masing-masing pihak memiliki kepentingan yang dapat mengarah ke situasi konflik.
Teori ketergantungan yang seperti yang diungkapkan oleh Cardoso bahwa pembangunan di dunia ketiga bisa saja terjadi tetapi sangat ditentukan oleh struktur dari negara pusat, dalam artian ketergantungan indonesia akan terus terjadi di mana sistem pemberian modal asing adalah suatu keharusan yang akan diberikan oleh negara-negara pusat dengan asumsi untuk membantu Indonesia untuk maju padahal sebaliknya ini merupakan jalan bagi negara-negara maju untuk masuk Indonesia dalam rangka proses imperialisme model baru.

3.      Perspektif World System Theory
Teori Sistem Dunia (TSD) oleh Emmanuel Wallerstain, mengajukan konsep international division of labor dimana setiap negara memiliki fungsi      masing-masing sesuai dengan posisi mereka di dalam sistem ekonomi dunia. Menurut TSD struktur ekonomi dunia terdiri atas kelompok negara-negara pusat (core), semi-pinggiran (semi periphery) dan pinggiran (periphery).  
Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia bahwa TSD sedang
berlangsung di Indonesia di mana negara-negara pusat menguasai dominasi pasar bahan mentah pada skala global seperti Cina, Amerika dan lain-lain yang kemudian memprosesnya menjadi barang jadi dan mengekspor ke negara-negara lain termasuk Indonesia yang notabene sebagai pengekspor bahan-bahan mentah. Tentunya hal ini merugikan Indonesia yang menjadikan bangsa sebagai bangsa yang terpinggirkan di mana Indonesia kemudian terkondisikan dengan menjadi eksportir ke negara-negara industri yang tentunya lebih menguntungkan negara industri tersebut. Ketidakmampuan bangsa Indonesia untuk menghasilkan produksi industri menjadi suatu ketidakmampuan bangsa Indonesia untuk bangkit sehingga mempengaruhi setiap aspek pembangunan di Indonesia.

Pelaksanaan governance di Indonesia telah membawa pergeseran peran pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa pelayanan menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi masyarakat dan sektor swasta untuk ikut aktif melakukan upaya pembangunan dan pelayanan. Salah satu bentuk peran swasta dalam proses pembangunan dan pelayanan melalui program CSR dari perusahaan.
Terdapat beberapa sumber pembiayaan pembangunan daerah yang telah diatur oleh peraturan perundangan-un­dangan, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Dekon­sentrasi, maupun Dana Tugas Pembantuan (Mahmud, Senen. 2015). Selain itu, peme­rintah daerah dapat mengek­splorasi berbagai sum­ber pendapatan potensial daerahnya yang kita kenal dengan Penda­patan Asli Daerah (PAD). Namun sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang disebutkan di atas seringkali tidak cukup memadai bagi pemerintah daerah untuk menjalankan beberapa fung­sinya seperti pembangunan dan pelayanan.
Untuk itu, salah satu upaya yang perlu dila­kukan oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan entitas bisnis dalam proses pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat melalui Skema Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Program CSR dalam upaya mengakselerasi pemba­ngunan yang sedang dijalankan di daerah menjadi relevan sebagai penyokong sumber dana (capital resources) yang bersifat non budgetary (bukan bersumber dari APBN/APBD).


C. INTEGRASI CSR DALAM PROGRAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
        1.      Pendahuluan
Dalam pembangunan daerah, pemerintah memiliki rencana pembangunan yang tertuang    dalam dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). RPIJM merupakan program yang terintegrasi, mulai dari kesesuaian dengan tata ruang wilayah, kondisi ril lapangan, memperhatikan dampak lingkungan, serta keterlibatan seluruh stakeholder. Dalam upaya melakukan percepatan pencapaian sasaran permbangunan yang tertuang dalam RPIJM sering terjadinya keterbatasan pembiayaan melalui APBN dan APBD, untuk itu pemerintah membutuhkan alternatif sumber pendanaan yang potensial. Salah satu alternatif yang potensial adalah optimalisasi alternatif sumber pendanaan dari perusahaan melalui program CSR (Corporate Social Responsibility).

        2.      Sejarah dan perkembangan CSR di Indonesia
Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR didunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama. (Gunnaharmyani, 2015)
Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa dll.  Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, yang dibangun pada tahun 2000-an. Sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Dalam hal ini departemen sosial merupakan pelaku awal kegiatan CSR di Indonesia. 
Selang beberapa waktu setelah itu, pemerintah mengimbau kepada pemilik perusahaan untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya. Namun, ini hanya sebatas imbauan karena belum ada peraturan yang mengikat. Sejatinya  pemerintah  menegaskan bahwa yang perlu diperhatikan perusahaan bukan hanya sebatas stakeholders atau para pemegang saham. Melainkan stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lingkungan, media massa dan pemerintah.
Setelah tahun 2007 tepatnya Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) Nomor 40 tahun 2007 tentang kewajiban Perseroan Terbatas keluar, hampir semua perusahaan Indonesia telah melakukan program CSR, meski lagi-lagi kegiatan itu masih berlangsung pada tahap cari popularitas dan keterikatan peraturan pemerintah. Misalnya, masih banyak perusahaan yang jika memberikan bantuan maka sang penerima bantuan harus menempel poster perusahaan ditempatnya sebagai tanda bahwa ia telah menerima bantuan dari perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan membantu masyarat secara ikhlas maka penempelan poster-poster itu terasa berlebihan.

           3.      Pembangunan di Indonesia
Dinamika pembangunan di Indonesia tidaklah bersifat tunggal. Pembangunan yang dilaksanakan di suatu masyarakat akan bersifat relatif perkembangannya. Sebagian ahli ilmu sosial melihat pembangunan dalam sudut pandang optimistik dan sebagian lainnya melihat dalam sudut pandang sinistik (Pratama, Meidia. 2015). Kedua cara pandang ini beranjak dari asumsi yang berbeda. Pertama, dalam sudut pandang optimistik melihat pembangunan sebuah masyarakat menjadi keharusan karena setiap masyarakat memiliki potensi dan sumberdaya untuk berkembang. Pemikiran ini diwakili oleh sejumlah ilmuwan sosial yang sering disebut dengan golongan “developmentalist. Kedua, dalam sudut pandang sinistik melihat pembangunan masyarakat sebagai suatu malapetaka atas eksistensi masyarakat. Hal ini disebabkan pembangunan yang dilaksanakan menegasikan potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat, bahkan cenderung menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat. Pemikiran ini diwakili oleh sejumlah ilmuwan sosial yang sering disebut dengan golongan “skeptis”.
Terlepas dari perdebatan antara golongan “developmentalist” dan golongan “skeptis”, pembangunan pada saat ini bukan hanya menjadi tanggung jawab tunggal dari negara saja. Pada saat ini telah terjadi kecenderungan upaya pendelegasian tanggung jawab pembangunan kepada sektor swasta.
Pembangunan di Indonesia terbagi  menjadi empat wilayah utama

yang bertujuan untuk pemantapan dalam perumusan dan pengarahan kegiatan pembangunan. Hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan pembangunan bisa berjalan serasi dan seimbang, baik di dalam wilayah pembangunan maupun antarwilayah pembangunan di seluruh Indonesia.

Wilayah Pembangunan Utama
Kota Pusat Pertumbuhan
Pembagian Wilayah Utama
Provinsi
Pusat
 A
Medan
I
Aceh dan Sumatera Utara
 Medan
II
Sumatera Barat, Riau dan Kep. Riau
 Pekan baru
 B
Jakarta
III
Jambi,Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bangka Belitung
Palembang 
IV
Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY
DKI Jakarta 
V
Kalimantan Barat
 Pontianak
Surabaya
VI
Jawa Timur dan Bali
Surabaya 
VII
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
 Samarinda dan Balik Papan
Makasar
VIII
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara
 Makasar
IX
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara
Manado 
X
Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua
Sorong 
     Sumber: ruangguru.com

           4.      Analisis
Proses perumusan perencanaan pembangunan daerah dalam Rencana Pembangunan Daerah (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang), sangatlah memungkinkan adanya pelibatan perusahaan dalam berkontribusi untuk pembangunan daerah melalui program CSR. Ini dikarenakan perusahaan berkewajiban dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah disepakati dalam undang-undang yang telah ditetapkan. Adapun yang dimaksud dengan program CSR dalam hal ini bukan saja menyangkut dengan pembangunan masyarakat (fisik atau non fisik). Tetapi lebih mengedepankan kepada aspek pengembangan masyarakat, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, tenaga kerja dan mekanisme kerjasama dalam implementasi program CSR.
Saat ini masih belum terlalu banyak contoh kongkret yang sudah menunjukkan tentang implementasi CSR yang mengintegrasikan antara Rencana Pembangunan Daerah dengan program-program CSR dari perusahaan. Masing-masing pihak melihat CSR hanyalah sebagai community development dan pada akhirnya berujung kepada proses pendanaan oleh perusahaan dan pemerintah cenderung hanya menunggu hasil yang dilakukan oleh perusahaan. Sebaliknya, terdapat kecenderungan dari pihak perusahaan untuk enggan melibatkan pemerintah dalam mengintegrasikan antara program CSR dengan Rencana Pembangunan Daerah.
Kecenderungan ini menjadikan praktek implementasi CSR di Indonesia menjadi masalah penting yang harus diselesaikan. Maka dalam hal ini keterlibatan dan upaya melibatkan pemerintah untuk mengembangkan mekanisme kolaboratif dalam pelaksanaan CSR harus dioptimalkan dengan adanya kerjasama dari pemerintah dan perusahaan dalam  mengintegrasikan program CSR dengan perencanaan pembangunan daerah.


D.    PENUTUP
            1.      Kesimpulan
Terdapat dua alternatif sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah yaitu dari pemerintah seperti APBD/APBN dan pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan. Keuntungan yang dapat diperoleh pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship, yang dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan pengetahuan budaya lokal. Salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan adalah dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat dunia usaha sebagai bagian dari pemangku kepentingan (stakeholders) di daerah untuk terlibat lebih aktif dalam mencari solusi atas permasalahan fiskal daerah.
Maka dalam rangka mengoptimalkan alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-langkah berikut: (1) pemetaan program CSR berdasarkan wilayah untuk mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam mengoptimalkan peran CSR dalam pembiayan pembangunan daerah, (2) melakukan penguatan kelembagaan pemerintahan Desa melalui edukasi dan pendampingan dalam menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan diterapkan pada model partisipasi pasif, (3) membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau daerah yang sesuai untuk diterapkannya model partdisipasi aktif, (4) Melakukan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak dan retribusi.

            2.      Saran
1.      Bagi Pemerintah
Hendaknya pemerintah melibatkan perusahaan dalam pembiayaan program perencanaan pembangunan daerah sesuai yang telah diatur oleh peraturan perundangan-un­dangan demi terwujudnya pembangunan yang merata dan menyeluruh.

2.      Bagi Perusahaan
Hendaknya perusahaan menempatkan program CSR menjadi program utama perusahaan mengingat dan sesuai dengan amanah Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan selalu bersinergi dengan pemerintah dalam menjalankan program CSR agar berintegrasi dalam perencanaan pembangunan daerah.



DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku dan Jurnal :

Mahmud, Senen. 2015. Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility
Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship Vol. 9, No. 1, April 2015, 29-44

Nurcholis, Hanif.2011 Pembangunan Masyarakat Desa dan Kota: Modul 1
Konsep dan Teori Pembangunan. IPEM4542/MODUL 1


Dari Undang-Undang:

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran pengesahan RI tanggal 16 Agustus 2007


Dari Internet:

Firyal Akbar, Muh.2012. Perkembangan Pembangunan di Indonesia. diakses di
http://www.researchgate.net pada 12 Desember 2018. Pukul 19:00

Gunnaharmyani.2015. Sejarah dan Landasan CSR. diakses hhtp//gunnaharm
yani.blogspot.com pada 12 Desember 2018. Pukul 19:30

Heryansyah, Tedy. 2017. Memahami Pembangunan dan Pengembangan Wilayah diakses di
https://blog.ruangguru.com 12 Desember 2018. Pukul  20:00

Mustajib.2014. CSR dan Pembangunan Daerah. Diakses di https//:lautanopini.
wordpress.com pada 13 Desember 2018 pukul 20:00

Pratama, Meidia. 2015. Peranan CSR dalam Proses Pembangunan Daerah
http://www.bandungmagazine.com pada 13 Desember 2018. Pukul 20:30




Postingan populer dari blog ini

10 Film yang tak berani tayang dibioskop

Daftar film di bawah ini mungkin hanya bisa kalian tonton di rumah. Karena rasanya sangat sulit untuk tayang di bioskop. 1.Cannibal Holocaust (1980) Cannibal Holocaust adalah sebuah film horor kanibal dan thriller Italia yang di rilis pada tahun 1980 serta di sutradarai oleh seorang Sutradara yang berasal dari Italia, Ruggero Deodato. Sinopsinya ada seorang reporter memberitakan tentang hilangnya kru film secara misterius kemudian Alan Yates Sutradara, Faye Daniels pacar Alan sekaligus sebagai scriptgirl serta Jack Anders dan Mark Tomaso yang bekerja sebagai Juru kamera. Mereka berangkat menuju hutan di perbatasan antara Brazil dan Peru untuk mendokumentasikan keberadaaan suku-suku kanibal tersebut. Antropolog Profesor Harold Monroe di berikan tugas oleh New York University untuk mencari tahu apa yang terjadi pada kru film tersebut. Adegan-adegan menyayat hati akan banyak bertebaran diparuh 20 menit pada awal hingga akhir film. Aku pastikan anda akan terbelalak akan special ef...

Objek Wisata Alam Air Terjun Semirah Merambang Desa Tinting Boyok, Kecamatan Sekadau Hulu Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat

Indonesia adalah suatu negara yang terdiri dari begitu banyak pulau. Pulau-pulau tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari begitu banyak pulau tersebut salah satunya adalah pulau Kalimantan Barat. Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi yang merupakan bagian dari negara Indonesia dengan ibu kotanya adalah Pontianak. Pulau Kalimantan Barat juga dikenal dengan Pulau Boreno. Kalimantan Barat adalah suatu provinsi yang kaya akan keindahaan alam yang begitu mempesona. Keindahan alam tersebut tersebar di beberapa Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten yang ada di kalimantan Barat. Salah satu daerah yang memiliki keindahan alam adalah Kabupaten Sekadau. Sekadau merupakan ibu kota dari Sekadau. Kabupaten Sekadau adalah suatu daerah yang merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Barat. Sekadau merupakan suatu Kabupaten  yang terbentuk atas dasar pemekaran dari Kabupaten Sanggau. Di daerah barat Kabupaten Sekadau berbatasan dengan Kabupaten Sanggau. Sementara di sebelah Timur dan ...

Lubang Misterius Berisi Nyala Api Muncul

Lubang  yang isinya nyala api ditemukan di lereng bukit dengan kedalaman mencapai 300 meter.  Lubang  itu tepatnya tak jauh dari Urumqi, kawasan Otonomi Xinjiang. Foto itu yang diunggah  Shanghaidaily.com  itu menunjukan seorang pria sedang melihat ke dalam lubang yang tampak berwarna merah. Pemerintah setempat mengatakan, lubang itu diduga terjadi sebab pembakaran spontan lapisan batu bara yang berada di perut bumi. Lubang  itu muncul dan dilihat mata setelah permukaan tanah runtuh karena panas, kata pejabat setempat. Pemerintah memberikan peringatan keras kepada warga agar menjauh dari lubang itu karena panasnya diperkirakan mencapai 800 derajat celcius. Lubang  api memang sudah sering ditemui, seperti  Lubang  Namaskaro yang berada di dasar gunung Namatjall di Islandia. Hanya saja api dari lubang itu berasal dari kejadian vulkanik dan panas bumi gunung berapi.  Lubang  itu selalu mengeluarkan panas dan lumpur mendi...